November 12, 2012

Sekilas Tentang Karakter Unik Minyak Sawit


Tanaman sawit (Elaeis guinnesis) dapat menghasilkan dua jenis minyak, yaitu minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Walaupun berasal dari buah yang sama, minyak sawit mempunyai sifat kimia dan kandungan gizi yang sangat berbeda dengan minyak inti sawit. Kedua jenis minyak ini mempunyai karakter unik yang unggul dibandingkan dengan jenis minyak-minyak yang lainnya. Namun demikian, pada kenyataannya, minyak sawit atau CPO lebih berkembang dan dominan perannya daripada minyak inti sawit atau PKO.
          Minyak sawit mengandung sekitar 40% asam oleat yang merupakan asam lemak tak jenuh tunggal, 10% asam linoleat (asam lemak tak jenuh ganda), dan sekitar 45% asam palmitat dan 5% asam stearat yang keduanya merupakan asam lemak jenuh. Komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang ini menyebabkan minyak sawit yang stabil. Hal inilah yang menyebabkan minyak sawit cocok untuk berbagai aplikasi untuk industri pangan. Contohnya saja, minyak sawit mempunyai ketahanan panas yang baik, cocok untuk proses deep fat frying. Di samping itu, produk pangan yang diformulasikan dengan menggunakan minyak sawit, keawetannya akan lebih baik karena minyak sawit mempnyai kestabilan yang baik terhadap proses ketengikan dan kerusakan oksidatif lainnya.
          Minyak sawit mempunyai kandungan gliserida padat yang cukup tinggi, sehingga bersifat semi-solid. Hal ini menyebabkan minyak sawit bisa digunakan untuk berbagai formulasi dalam bentuk alaminya, tanpa perlu proses hidrogenisasi. Proses hidrogenasi inilah yang diidentifikasi sebagai penyebab terbentuknya asam lemak trans yang tidak baik untuk kesehatan.
          Minyak sawit juga berpotensi sebagai ingridien fungsional untuk formulasi produk pangan untuk kesehatan, karena secara alami minyak sawit mengandung antioksidan yang tinggi, terutama tokoferol dan tokotrienol, mengandung karotenoid yang tinggi (500-700 ppm), asam lemak esensial (asam lemak linoleat) dan tidak mengandung lemak trans. Selain itu, minyak sawit juga berpotensi sebagai sumber alami vitamin E, khususnya tokotrienol. Uniknya, tokotrienol pada minyak sawit merupakan yang tertinggi kandungannya dibandingkan minyak nabati lainnya dan uniknya lagi, tokotrienol ini tidak ditemukan pada minyak kedelai, minyak kanola, minyak rape seed dan minyak bunga matahari.
          Secara alami, minyak sawit juga mengandung karotenoid yaitu pro-vitamin A yang sangat tinggi. Karotenoid bisa berfungsi ganda, yaitu sebagai antioksidan dan sumber vitamin A bagi tubuh. Namun, minyak goreng yang banyak beredar di pasaran telah mengalami proses pemucatan dan deodorisasi sedemikian rupa sehingga menyebabkan kandungan karotenoidnya berkurang dengan tajam. Karena itulah, industri minyak sawit perlu memodifikasi proses untuk mempertahankan karotenoid yang ada dan sekaligus memperkenalkan ke konsumen minyak sawit kaya karotenoid yang masih berwarna kemerahan.
          Terakhir, telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa minyak sawit dapat digunkan sebagai ingridien pangan yang baik bagi kesehatan. Namun demikian, dalam menyusun menu sehari-hari, perlu diperhatikan jumlah lemak yang ada pada semua makanan dalam menu. Disarankan, untuk lemak hendaknya tidak menyumbang kalori yang diperlukan lebih dari 30%. Artinya, jika konsumsi harian kita adalah 2100 kkal, maka kalori yang berasal dari lemak hendaknya tidak lebih dari 630 kkal atau setara dengan 70 gram lemak. Telah dibuktikan bahwa minyak sawit jika dikonsumsi sebagai bagian dari diet yang rendah lemak (diet dengan kadar lemak <30% energi), bisa secara efektif menjaga kolestrol dan lipoprotein dalam darah tetap dalam konsentrasi normal yang diinginkan. Artinya, pengaruh minyak sawit terhadap kolestrol darah adalah netral, terutama jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar