September 12, 2012

BIOTEKNOLOGI : Mengoptimalkan Manfaat Keanekaragaman Hayati Melalui Teknologi DNA Rekombinan

Istilah bioteknologi pertama kali dikenalkan oleh Karl Ereky, seorang insinyur Hongaria, pada tahun 1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam skala besar dengan bit gula sebagai sumber pakannya. Sampai tahun 1970-an, bioteknologi selalu berasosiasi dengan rekayasa biokimia (biochemical engineering) dan pada umumnya kuliah-kuliah yang berhubungan dengan bioteknologi juga diberikan oleh jurusan Rekayasa Kimia atau Rekayasa Biokimia.
Suatu proses industri bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk, pada dasarnya terdiri dari tiga tahap utama, yaitu :
1.       Proses hulu
Melibatkan serangkaian perlakuan bahan mentah sehingga dapat digunakan sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme sasaran.
2.       Fermentasi dan transformasi
Penumbuhan mikroorganisme sasaran dalam bioreaktor besar (biasanya lebih dari 100 liter) yang diikuti dengan produksi (hasil biotransformasi) bahan yang diinginkan. Misal, antibiotik, asam amino, enzim, atau asam-asam organik.
3.       Proses hilir
Pemurnian senyawa atau bahan yang diinginkan dari medium fermentasi atau massa sel.
Dari keseluruhan proses industri bioteknologi, bagian biotransformasi merupakan komponen yang paling sulit dioptimalkan secara sistematis.  Pada umumnya, galur-galur mikrob yang diisolasi dari alam tidak optimal untuk dipakai langsung dalam industri bioteknologi. Oleh karena itu, induksi mutasi melalui mutagenesis kimia atau radiasi ultraviolet digunakan untuk mengubah secara acak susunan genetik suatu galur mikrob dengan harapan dapat diperoleh galur yang profilnya lebih optimal. Contohnya, dalam produksi asam sitrat digunakan Aspergillus niger yang mampu memproduksi asam sitrat dengan rendemen tinggi. Tetapi, untuk fermentasi media padat, spora kapang ini dapat menimbulkan masalah medis yang relatif sulit penanganannya di lapangan. Sementara itu, mutasi acak untuk meniadakan spora dari Aspergillus niger tanpa menurunkan rendemen asamnya sangat sulit sekali dilakukan tanpa melewati batas-batas biologi Aspergillus niger.
                Perbaikan genetik secara tradisional (mutasi acak) sangat memakan waktu, tidak dapat diprediksi hasilnya, dan menjadi mahal karena banyaknya galur atau mutan yang harus diseleksi, ditapis, dan selanjutnya diuji kemampuannya untuk keperluan tertentu. Untuk itulah diperlukan suatu cara khusus yang lebih efektif dan tidak memakan waktu yang lama dalam melakukan perbaikan genetik, yaitu dengan melakukan teknologi DNA rekombinan. Dengan teknologi DNA rekombinan tidak saja mampu melakukan perbaikan galur dengan tepat dan dapat diprediksi, tetapi juga dapat mengkonstruksi galur baru dengan bahan genetik tambahan yang tidak pernah ada pada galur asalnya. Dalam kasus produksi asam sitrat, misalnya kita dapat memindahkan gen-gen kunci untuk biosintesis asam sitrat dari Aspergillus niger ke dalam kapang lain atau bakteri sehingga lebih memudahkan penanganan pada proses hilirnya atau menghindari masalah adanya spora.
                Istilah teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika secara ringkas dapat diartikan sebagai teknik molekuler yang presisi yang mampu mengubah suatu molekul DNA, atau menggabungkan molekul DNA tertentu dari sumber-sumber yang berbeda. Rekombinasi DNA dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi dan ligase yang dapat melakukan pemotongan dan penyambungan molekul DNA dengan tepat dan dapat diprediksi. DNA rekombinan selanjutnya dimasukkan ke dalam organisme sasaran melalui introduksi langsung (transformasi) melalui virus, atau bakteri.
                Sebagai contoh, gen penyandi antibodi dari manusia dapat dipindahkan ke tanaman tembakau sehingga kita dapat memanen antibodi bukan dari hewan percobaan, yang sering kali kurang disukai oleh kelompok pecinta binatang, tetapi langsung dari ekstrak daun tembakau. Kemampuan memindahkan gen dari satu organisme ke organisme lain tanpa batasan taksonomi memungkinkan kita dapat memanfaatkan sumber daya alam yang luar biasa, yaitu keragaman hayati (biodiversity) dan tentu  saja usaha itu dapat dilakukan dengan dampak yang minimal bila kita mau belajar dari kearifan proses-proses biologi yang mendasari keragaman tersebut.
Sumber     : Erizal, dkk. 2007. Pengantar Ke Ilmu-Ilmu Pertanian. Bogor : PT. Pustaka Litera AntarNusa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar