Oktober 15, 2012

Agroindustri, Sektor yang Cukup Penting Di Indonesia namun Masih Belum Optimal


Agroindustri merupakan suatu subsistem yang berfokus pada pemberdayaan sumber daya hasil pertanian dan peningkatan nilai tambah. Agroindustri juga merupakan salah satu sektor yang mampu menopang dan mendukung serta berkontribusi dalam peningkatan perekonomian Indonesia. Hal ini didukung dengan keadaan negara Indonesia yang memiliki lahan pertanian yang cukup luas dengan potensi sumber daya alam yang melimpah sehingga sektor ini sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia.
Namun, dibalik keunggulan tersebut, agroindustri yang ada di Indonesia ini nyatanya belum dapat dioptimalkan sebaik mungkin, meskipun sudah ada beberapa yang dijalankan tetapi hasilnya belum sejalan dengan harapan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan di bidang agroindustri yang masih belum dapat terselesaikan hingga saat ini. Permasalahan yang sering mengganjal berkembangya agroindustri di Indonesia adalah kurangnya bahan baku yang akan diolah, minimnya sumber daya manusia yang mampu menjalankan sektor ini, dan kurangnya pemanfaatan teknologi dalam proses pengembangan sektor ini. Selain itu, masih banyak faktor-faktor lain yang masih menghambat berkembangnya sektor agroindustri di Indonesia, diantaranya sistem kebijakan pemerintah yang kadang kurang mendukung terutama bagi pengusaha yang akan mengembangkan sektor sehingga banyak investor-investor enggan untuk terjun ke dunia ini.
Masalah-masalah yang telah diuraikan diatas hingga saat ini pun masih belum dapat diselesaikan sehingga membuat sektor agroindustri di Indonesia semakin sulit untuk dikembangkan. Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan diatas adalah dengan memenuhi kebutuhan bahan baku yang diperlukan, memberikan penyuluhan maupun pelatihan agroindustri terutama kepada kalangan muda atau mahasiswa yang notabene adalah tonggak bangsa Indonesia kedepannya. Memang, untuk masalah bahan baku, meskipun negara kita dibilang kaya akan sumber daya alamnya, namun dalam kenyataannya negara kita masih sering kekurangan bahan baku untuk sektor ini. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Bapak Anton Apriantono, mantan mentri pertanian RI, di acara Agroindustrial Fair 2012 yang dilaksanakan di Auditorium Abdul Muis Nasution, Fateta IPB, minggu 27 Mei kemarin,  luas lahan yang ada di Indonesia belum mencukupi yaitu hanya sekitar 40 juta hektar, sedangkan lahan yang harus dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku sekitar 100 juta hektar. Lebih lanjut lagi beliau memberikan solusi untuk masalah ini, yaitu dengan mengimpor bahan baku dari negara lain yang kemudian diolah di Indonesia dan diekspor kembali dalam bentuk produk jadi.
Selanjutnya dengan meningkatkan pemanfaatan dibidang teknologi untuk membantu proses pengembangan sektor ini. Pemanfaatan teknologi dalam sektor ini dirasa masih kurang optimal karena selain minimnya sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan alat-alat ini, mahalnya harga-harga peralatan yang digunakan membuat sektor ini semakin sulit berkembang. Oleh sebab itu, inovasi-inovasi dibidang teknologi khususnya untuk alat pertanian sangat diperlukan sehingga dapat membantu proses pengembangan agroindustri di Indonesia.
Solusi yang selanjutnya adalah dukungan nyata dari pemerintah baik dalam kebijakan-kebijakannya maupun dapat berupa bantuan modal yang dapat membantu terutama bagi para pengusaha yang akan mengembangkan sektor agroindustri. Tidak hanya pemerintah, dukungan dan kontribusi masyarakat pun sangat diperlukan sehingga upaya-upaya pengembangan sektor ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

TEH (Camelia sinensis)


            Sejarah Teh Di Indonesia
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Kemudian, pada tahun 1694, seorang pendeta bernama F. Valentijn melaporkan melihat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Taman Istana Gubernur Jendral Champhuys di Jakarta.  Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat.
Kata teh (Camelia sinensis) berasal dari Cina. Orang Cina daerah Amoy menyebut teh dengan tay. Nama ini kemudian menyebar ke mancanegara dengan penyebutan yang sedikit berbeda. Tanaman teh masuk ke Indonesia pada tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang. Dewasa ini di seluruh pelosok Indonesia aneka produk teh dijumpai sehari-hari. Teh bisa diminum panas atau dingin, sebagai minuman penyegar atau obat.

Sistematika
Dalam istilah kekerabatan dunia tumbuh-tumbuhan, teh digolongkan kedalam:
Kingdom              : Plantae
Divisio                 : Spermatophyta
Sub Divisio          : Angiospermae
Class                    : Dicotiledoneae
Ordo                     : Guttiferales
Famili                   : Tehaceae
Genus                   : Camelia
Spesies                 : Camelia sinensis

Karakteristik Teh
  • Budidaya : kebanyakan teh tumbuh di Asia.
  • Tanaman teh memerlukan curah hujan tinggi dan temperatur hangat hingga dingin.
  • Daun teh yang dipetik merupakan daun muda dan pucuk daun; pemetikan dilakukan satu minggu sekali.


Kandungan Kimia Pada Daun Teh
Sangat menentukan mutu bubuk teh yang dihasilkan, akibat adanya reaksi yang terjadi selama proses pengolahan, dan ini terkait dengan “strength”, warna,
“flavour” dan rangsangan seduhan teh.
Komponen
Daun Segar (%)
Teh Hitam (%)
Selulosa dan serat kasar
34
34
Protein
17
16
Khlorofil dan pigmen
1,5
1
Pati
8,5
0,25
Tanin teh
25
18
Tanin teroksidasi
0
4
Kafein
4
4
Asam amino
8
9
Mineral
4
4
Abu
5,5
5,5

Kandungan polifenol dan kafein pada berbagai daun
Bagian
Polifenol (%)
Kafein (%)
Kuncup dan daun I
20
4
Daun-daun lain
11 – 14
2 – 3
Tangkai
4 – 9
1
Ranting
2 – 4
1

Catatan :
  • Sistem petikan mempengaruhi jumlah daun muda dan daun tua serta ranting.
  • Makin kasar petikan makin tinggi persentase daun tua dan ranting, makin rendah mutu bubuk teh yang dihasilkan


JENIS-JENIS TEH OLAHAN
Pengelompokan teh berdasarkan tingkat oksidasi:

Oktober 14, 2012

Jangan Pernah Merasa Tua Untuk Belajar dan Memulai


Apakah anda pernah mendapati orang yang sudah paruh baya, memulai menimba ilmu pengetahuan? Lalu, ada orang lain yang kemudian mencibirnya seraya berkata, “Lho, udah tua kok baru belajar? Udah telat pak..” atau mungkin saja malah anda, agan-agan, mas bro dan mbak bro sekalian yang berada dalam situasi tersebut. Seandainya kalo kita yang berada dalam situasi tersebut dan pada saat itu ada yang “ngata-in” kayak gitu, gimana sih perasaan kita?? Malu? Sedih? Marah? atau malah kita semakin tertantang untuk terus maju dan pantang mundur??

Memang seh, kalo belajar pas umur udah agak tuaan, terkadang kita malu sama teman-teman dan adik-adik kita yang masih muda dan hal itu tentunya secara tidak langsung akan menghambat proses belajar kita. Tapi, tenang Sob,..seharusnya kita itu ga perlu malu, apalagi takut jika kita ingin belajar saat umur kita bisa dibilang” tua”, apalagi yang ingin kita pelajari itu emang penting buat kita. Apalagi kita sebagai seorang muslim, menuntut ilmu itu diwajibkan dan merupakan ibadah jika kita melakukannya. Mengenai hal ini, banyak hadist-hadist yang menerangkan kewajiban dalam menuntut ilmu .
Rasulullah Saw bersabda,
عَنْ أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.(رواه ابن ماجه)
Dari Anas ibn Malik r.a ia berkata, Rasulullah saw bersabda:“Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam” (HR. Ibn Majah).

Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir. Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum
Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:

Pertama, hukumnya WAJIB; seperti menuntut ilmu tentang shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib.
Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya.
Didalam Al Qur’an juga telah disebutkan dengan jelas bagaimana keutamaan orang yang menuntut ilmu, Allah Swt  berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : “ Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujâdilah:11)
            Nah, gimana Sob, setelah mengingat dan memperhatikan baik dari hadist, maupun Al Quran, masih ngerasa “malu atau takut” untuk belajar dan menimba ilmu?? Usia itu bukan menjadi penghalang sob buat kita menimba ilmu karena menuntut ilmu itu wajib bagi kita semua. O ya, ane juga pernah membaca ne sebuah tulisan yang berkaitan dengan menuntut ilmu, 

“Seseorang akan tetap menjadi alim selama ia mau belajar. Bila ia sudah tidak mau belajar dan merasa cukup dengan ilmu yang ia miliki, maka pada hakikatnya ia adalah orang yang BODOH.”(Sa’id bin Jubair)
           
            Jadi ingat, “JANGAN PERNAH KITA MERASA MALU UNTUK BELAJAR DAN MEMULAI MESKIPUN SUDAH TUA, karena USIA BUKANLAH PENGHALANG BAGI KITA UNTUK TERUS MENIMBA ILMU.”

Oktober 08, 2012

Uji Ambang Rangsangan

        
           Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan (Lawless 1998).
        Ambang mutlak (Absolute threshold) adalah jumlah benda rangsang terkecil yang sudah mulai menimbulkan kesan. Misalnya konsentrasi yang terkecil dari larutan garam yang dapat dibedakan rasanya dari cairan pelarutnya yaitu air murni.Pengukuran ambang mutlak didasarkan pada konvensi bahwa setengah (50%) dari jumlah panelis dapat mengenal atau dapat menyebutkan dengan tepat akan sifat sensoris yang dinilai.
       Ambang pengenalan (recognition threshold) dapat dikacaukan dengan ambang mutlak. Jika pada ambang mutlak mengenai kesan yang mulai diperoleh atau dirasakan maka pada ambang pengenalan meliputi pengenalan atau identifikasi jenis kesan. Dalam hal ini jika kesan kesan itu berupa rasa asin, misalnya rasa asin itu betul-betul mulai dapat diidentifikasi oleh pencicip. Pada ambang mutlak mungkin rasa asin itu belum diidentifikasi dengan tepat, baru dapat diketahui adanya rasa yang berbeda dengan bahan pelarutnya. Perbedaan ini menyangkut juga metode pengukurannya yang berbeda dengan ambang pengenalan dan ambang mutlak. Pengukuran ambang pengenlan didasarkan pada 75% panelis dapat mengenali rangsangan. Jadi ambang pengenalan dapat diidentifikasikan sebagai konsentrasi atau jumlah perbandingan terendah yang dapat dikenali dengan betul.
       Ambang pembedaan (difference threshold) berbeda dengan ambang pengenalan dan juga ambang mutlak. Ambang pembedaan merupakan perbedaan terkecil dari rangsangan yang masih dapat dikenali. Besarnya ambang pembedaan tergantung dari jenis rangsangan, jenis penginderaan dan besarnya rangsangan itu sendiri. Ambang pembedaan menyangkut dua tingkat kesan rangsangan yang sama. Jika dua rangsangan tersebut terlalu kecil bedanya maka akan menjadi tidak dapat dikenali perbedaannya. Sebaliknya jika dua tingkat rangsangan itu terlalu besar akan dengan mudah dikenali. Difference threshold dapat ditentukan dengan menggunakan standar lebih dari satu, biasanya sekitar empat standar. Masing-masing standar akan dibandingkan dengan sampel-sampel pada interval konsentrasi tertentu. Perbedaan konsentrasi yang dapat dideteksi dengan benar oleh 75% panelis adalah perbedaan konsentrasi yang mencerminkan difference threshold. Ambang pembedaan berbeda besarnya tergantung dari beberapa faktor. Disamping tergantung pada jenis rangsangan dan jenis penginderaan juga tergantung pada besarnya rangsangan itu sendiri (Kartika dkk 1988).
     Ambang batas juga disebut terminal threshold yang merupakan rangsangan terbesar yang jika kenaikan tingkat rangsangan dapat menaikan intensitas kesan. Apabila pada ketiga ambang tersebut diatas diterapkan batas terendah maka pada ambang batas diterapkan batas atas. Kemampuan manusia memperoleh kesan dari adanya rangsangan tidak selamanya sebanding dengan besarnya rangsangan yang diterima. Rangsangan yang terus menerus dinaikan pada suatu saat tidak akan menghasilkan kenaikan intensitas kesan. Rangsangan terbesar jika kenaikan tingkat rangsangan menaikkan intensitas kesan disebut ambang batas. Ambang batas juga bisa ditentukan dngan menetapkan rangsangan terkecil yaitu jika kenaikan tingkat rangsangan tidak lagi mempengaruhi tingkat intensitas kesan.
     Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan uji ambang rangsangan antara lain tingkat kenaikan rasa, kesan, konsentrasi, atau rangsangan telah terpikirkan dan atau dengan penalaran praktikan sebagai panelis sehingga tingkat nilai hasil pengujian terlihat sangat bagus, panelis melakukan uji ambang rasa dengan teknik yang benar misalnya untuk rasa manis menggunakan ujung lidah, rasa asin pada tengah dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah, dan rasa pahit pada bagian belakang lidah, bisa juga karena panelis memiliki kepekaan terhadap rasa yang baik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan uji ambang rangsangan yaitu panelis yang melakukan uji sedang tidak dalam kondisi prima, panelis belum makan sesuatu apapun untuk sarapan, panelis tidak melakukan respon yang spontan terhadap kesan yang didapat sehingga perlu berulang kali mencoba, bisa juga karena panelis belum terbiasa atau berpengalaman sehingga kurang dapat membedakan kesan dari alat indera terhadap reaksi atau rangsangan yang diterima (Soekarto 1985).
       Syarat-syarat untuk mengikuti uji organoleptik antara lain ada contoh yang diuji sebagai benda perangsang,  panelis sebagai penguji tidak boleh dalam keadaan stress atau tertekan dan harus dalam kondisi sehat/ prima, panelis tidak boleh dalam keadaan lapar, panelis harus menyatakan respon yang jujur yaitu respon yang spontan, tanpa penalaran, imaginasi, asosiasi, ilusi, atau meniru orang lain.